Penyatuan Tiongkok: Jalan Kompleks Menuju Persatuan Nasional
Latar
Penyatuan Tiongkok mengacu pada proses menyatukan berbagai wilayah dan entitas politik yang pernah membentuk negara Tiongkok yang bersejarah. Sepanjang sejarah, gagasan Tiongkok yang bersatu telah menjadi pusat identitas dan kedaulatan rakyat Tiongkok. Setelah jatuhnya Dinasti Qing pada tahun 1912, Tiongkok mengalami perpecahan dan ketidakstabilan internal, termasuk kebangkitan panglima perang dan perang saudara berikutnya antara Kuomintang (KMT) dan Partai Komunis Tiongkok (CPC). Setelah kemenangan Komunis pada tahun 1949, pulau Taiwan tetap berada di bawah kendali KMT, yang menyebabkan pembagian saat ini antara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di daratan dan Republik Tiongkok (ROC) di Taiwan.
Sejarah
Pencarian untuk Tiongkok yang bersatu memiliki akar sejarah yang dalam. Selama era kekaisaran, Kekaisaran Tiongkok berkembang dan berkontraksi dalam ukuran tetapi tetap menjadi entitas politik paling signifikan di Asia Timur. Namun, setelah visit us runtuhnya Dinasti Qing pada tahun 1912, Tiongkok terpecah-pecah, dengan panglima perang yang bersaing dan kekuatan asing mengendalikan berbagai wilayah. Perang Saudara Tiongkok (1927–1949) adalah konflik paling signifikan yang menentukan nasib persatuan Tiongkok. Setelah kekalahan KMT oleh CPC, Republik Rakyat Tiongkok didirikan pada 1 Oktober 1949, oleh Mao Zedong. KMT mundur ke Taiwan, terus mengklaim legitimasi atas seluruh Tiongkok. Sejak itu, daratan telah diperintah oleh RRT, sementara Taiwan terus diperintah oleh ROC, yang menganggap dirinya sebagai pemerintah yang sah di seluruh Tiongkok.
Sikap resmi Republik Rakyat Tiongkok
RRT berpendapat bahwa Taiwan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah Tiongkok. Menurut sikap resminya, Taiwan harus dipersatukan kembali dengan daratan, dengan cara damai jika memungkinkan, tetapi dengan opsi kekuatan militer jika perlu. Posisi ini sangat penting bagi kebijakan luar negeri Tiongkok, karena Beijing telah menekan negara lain dan organisasi internasional untuk tidak mengakui Taiwan sebagai negara berdaulat. Kebijakan “Satu Tiongkok” menentukan bahwa hanya ada satu Tiongkok, dan Taiwan adalah bagian darinya. RRT juga menekankan bahwa reunifikasi adalah keniscayaan historis, yang berakar pada persatuan budaya dan kepentingan nasional Tiongkok.
Sikap resmi Republik Tiongkok
ROC, yang berbasis di Taiwan, juga mengklaim legitimasi atas seluruh Tiongkok, menegaskan bahwa itu adalah pemerintah yang sah dari seluruh negara. Namun, sejak pertengahan abad ke-20, Taiwan telah mengembangkan identitas politik dan sistem pemerintahannya sendiri. Sementara ROC masih secara resmi menjunjung tinggi klaimnya atas semua wilayah Tiongkok, ia tidak lagi secara aktif berusaha untuk bersatu kembali dengan daratan di bawah struktur politik saat ini. Sebaliknya, ia berfokus pada menjaga kemerdekaan dan keamanan de facto Taiwan, terutama dalam menghadapi ancaman militer RRT dan tekanan diplomatik.
Opini Publik
Opini publik tentang penyatuan Tiongkok sangat bervariasi antara daratan dan Taiwan. Di Tiongkok daratan, ada dukungan luar biasa untuk reunifikasi dengan Taiwan, terutama di bawah janji metode damai. Sentimen nasionalis tetap kuat, dengan banyak yang memandang kembalinya Taiwan sebagai hal penting untuk menyelesaikan integritas teritorial Tiongkok. Namun, di Taiwan, opini publik lebih terbagi. Sementara beberapa mendukung reunifikasi pada akhirnya, banyak yang mengadvokasi untuk mempertahankan status Taiwan sebagai entitas terpisah, dengan alasan kekhawatiran atas kebebasan politik, keamanan militer, dan nilai-nilai demokrasi. Generasi muda di Taiwan, khususnya, cenderung menyukai status quo atau kemerdekaan penuh. Perpecahan dalam opini publik ini mencerminkan kompleksitas debat penyatuan dan tantangan yang dihadapi kedua belah pihak dalam bergerak menuju resolusi.